Scene Sinema Kethoprak “1831 Hadeging Praja Bantul” Produksi Forum Komunikasi Kethoprak Bantul dan Dinas Kebudayaan Bantul tahun 2021
Abstract
Proses peralihan penyajian kesenian kethoprak dari pentas panggung menuju layar (screen) merupakan suatu tranformasi yang menarik. Salah satu bentuk peralihannya adalah kesenian kethoprak yang disajikan dengan unsur-unsur filmis yang disebut Sineprak (sinematografi kethoprak). Dalam format Sineprak, unsur-usur khas pertunjukan kesenian kethoprak, seperti lakon, tembang, iringan musik, kostum dan ekspresi budaya mengalami metamorfosis saat dihadirkan dalam medium sinema. Salah satu permasalahan yang muncul dalam proses peralihan adalah pilihan metode pengambilan gambar dari sebagian besar adegan dalam produksi Sineprak yang menggunakan metode master scene. Proses pengambilan gambar dalam sebuah adegan memiliki beberapa metode dasar yang sering digunakan. Salah satunya adalah metode master scene yang sejauh ini merupakan metode pengambilan gambar yang paling sering digunakan dalam pembuatan film, khususnya pada adegan dialog. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan atau observasi terhadap metode-metode pengambilan gambar yang digunakan dalam produksi Sineprak. Hasil penelitian menunjukan bagaimana dampak penggunaan metode master scene pada produksi Sineprak.
Perkembangan media internet memaksa banyak kesenian tradisional untuk melakukan penyesuaian agar terus dapat bertahan di tengah arus hiburan yang semakin banyak dan mudah diakses. Dalam beberapa tahun terakhir, kesenian kethoprak juga telah beradaptasi dengan menggabungkan seni pertunjukan tradisional Jawa dengan film yang disebut sinema kethoprak. Youtube merupakan salah satu platform yang banyak digunakan seniman kethoprak untuk mendistribusikan sinema kethoprak. Banyaknya ragam bentuk dan gaya sinema kethoprak yang ada pada platform Youtube memunculkan permasalahan baru tentang bagaimana mempertahankan ciri khas kesenian kethoprak dalam kemasan bentuk dan gaya film. Tujuan penelitian ini adalah memetakan ragam gaya film (film style) yang digunakan pada sinema kethoprak. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode observasi terhadap karya-karya sinema kethoprak di youtube yang masih terdapat ciri khas kesenian kethoprak serta elemen-elemen mise en scene, sinematografi, editing dan suara. Dengan pemetaan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk merancang atau mendesain gaya sinema kethoprak yang tetap mempertahan nilai-nilai seni dan budaya kethoprak.
Figur dengan topeng berbentuk kepala babi dalam karya video seni “Silence” karya Alexandri Luthfi R
Sumber: galeripandeng.isi.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini melihat penggunaan desain suara pada karya video seni dalam membangun efek subjektif. Karya seni video memiliki kecenderungan menampilkan bentuk ekspresi dari senimannya, seperti pada video seni yang berjudul Silence: Membaca dan Bacalah karya Alexandri Luthfi R. Pada karya video seni ini tergambar figur yang duduk sendirian di tengah hamparan rerumputan yang luas dengan tatapan kosong. Terdapat beberapa visual yang menggambarkan tentang beberapa peristiwa isu sosial seperti, terorisme, koruptor, oligarki, dan huru-hara politik yang dihadirkan tanpa suara. Suara yang dihadirkan dalam karya ini hanya noise khas dari sebuah televisi yang tidak menangkap sinyal serta lagu Bagimu Negeri di akhir video. Menghilangkan suara-suara yang seharusnya muncul bersama dengan visual digunakan untuk menunjukkan apa yang menjadi kegelisahan dari figur yang merupakan representasi dari seniman. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan terhadap penataan suara pada karya seni video tersebut. Metode analisisnya adalah audio visual interpretatif dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan keheningan yang dibangun dalam karya video seni merupakan bagian dari konsep tata suara dalam membangun subjektif penonton sehingga secara tidak langsung penonton ikut merasakan apa yang dipikirkan oleh figur.
Kata kunci : Video seni, desain suara, subjektif
link full ebook: http://digilib.isi.ac.id/16069/1/E-Book%20Estetika%20Seni%20dan%20Media%202023.pdf
Karya video seni ini mencoba menghadirkan foto dengan objek sebuah wayang beber dengan orientasi lanskap namun ditampilkan dalam sebuah frame potret. Menampilkan gambar berorientasi landscape dalam sebuah frame potret dapat menciptakan sensasi terpotong atau terbatas, yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi secara bertahap. Dalam hal ini, Teknik tersebut merepresentasikan bagaimana sebuah wayang beber dipentaskan. Wayang Beber merupakan salah satu bentuk kesenian wayang yang cara memainkannya dengan membentangkan gulungan berisi gambar dari wayang beber tersebut secara bertahap sesuai dengan alur cerita. Pada karya video seni ini saya menampilkan foto Wayang Beber Pancasila yang dibuat oleh Indra Suroinggeno. Beliau merupakan dalang Wayang Beber yang sering memainkan cerita dengan tema Pancasila. Pada karya video seni ini, saya hanya menampilkan Sila ke-5, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” karena menurut padangan saya masih banyak isu tentang ketidakadilan sosial diberbagai penjuru tanah air Indonesia. Dengan wayang beber, Indra Suroinggeno mencoba untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila kepada penonton dengan lebih menarik. Menurut Indra Suroinggeno apa yang ia lakukan saat ini adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai anak bangsa untuk ikut melestarikan budaya sebagai identitas bangsa.
Kurator Karya Film dan Televisi – Lustrum ke 8 ISI Yogyakarta
Antonius Janu Haryono
Komitmen untuk terus-menerus menciptakan karya seni yang menginspirasi, menghibur serta mendidik dapat dikatakan sebagai sebuah proses dari berkesenian tanpa henti. Untuk dapat terus bertahan dalam berkarya tentu saja dibutuhkan upaya transformasi yang mendalam dan menyeluruh. Transformasi mencakup pada bagaimana kreativitas dan imajinasi dapat menghasilkan inovasi seni sehingga dapat mengoptimalkan segala sumber daya demi mencapai sebuah karya seni yang unggul. Pameran dan Penayangan Karya Seni Fakultas Seni Media Rekam dalam rangka Lustrum ke-8 Institut Seni Indonesia Yogyakarta menjadi penanda capaian dari sebuah proses yang tak kenal lelah dalam menciptakan karya-karya seni yang inspiratif, berdaya saing dan berdampak bagi masyarakat.
Pameran dan penayangan menampilkan karya-karya seni dari proses pembelajaran para mahasiswa dan kegiatan tridharma para dosen dengan tema ”Daya Kreatif, Imajinasi dan Inovasi Seni Untuk Kemajuan Bangsa”. Dunia industri film dan televisi di Indonesia saat ini terus berkembang, oleh karena itu para kreator film dan televisi ditantang untuk selalu menemukan cara baru dalam bercerita dan berinovasi secara teknis. Prodi Film dan Televisi menayangkan 56 karya mahasiswa dan 3 karya dosen yang terdiri dari film fiksi, film dokumenter, film eksperimental, dan skenario.
Daya kreatif tanpa batas harus dapat menghasilkan karya yang tidak hanya menghibur namun juga memiliki pesan yang mendalam dan relevan dengan situasi sosial, budaya dan politik. Karya film dengan judul “Bisik-Bisik Sayur” menceritakan isu sosial tentang gosip atau isu miring yang sering terjadi dalam banyak masyarakat indonesia. Film ini merupakan hasil dari mata kuliah Agama yang mencoba mengangkat pesan moral tentang bagaimana hidup baik ditengah masyarakat. Terdapat juga film tugas akhir yang mengangkat peristiwa politik 65 dengan judul “Geger Perikoloso”. Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang sedang berjuang mencari dirinya namun terbentur dengan instabilitas politik yang membahayakan dia dan keluarganya. Selain film fiksi, terdapat juga film dokumenter yang mengangkat tentang isu sosial budaya dengan judul “Sama – Bagai”. Film dokumenter ini menceritakan tentang konflik identitas dan eksistensi suku Bajo terhadap pengaruh orang darat. Munculnya film-film dengan mengangkat isu-isu sosial, budaya, politik menunjukan bahwa para mahasiswa memiliki kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa yang ada disekitar mereka sehingga membentuk daya kreatif yang kuat.
Suku Bajo dalam film dokumenter “Sama-Bagai”
Proses berkesenian tanpa henti membutuhkan daya imajinasi yang kuat dan kemauan untuk mengambil resiko dalam menciptakan ide dan konsep yang baru. Imajinasi memungkinkan para kreator film dan televisi untuk membayangkan latar belakang cerita yang kompleks, karakter yang unik, dan alur cerita yang menarik. Beberapa film eksperimental dari hasil mata kuliah Film Eksperimental yang ditayangkan dalam pameran ini mampu menghadirkan imajinasi-imajinasi dalam bentuk audio visual. Film eksperimental dengan judul “All Eyes on Me” menceritakan tentang kehidupan dengan beban stigma perempuan di mata umum yang divisualisasikan dengan karakter wayang dan bayang manusia. Perpanduan visual bayang wayang dan manusia mampu memantik imajinasi penonton untuk membayangkan pergulatan perempuan dalam memperjuangkan kebebasannya. Selain itu juga terdapat beberapa film eksperimental yang banyak mengeksplorasi objek cerita dengan konsep visual yang menarik, yaitu: Atmavisesa, Minus, Improvisasi, A Place Where the Bird Hangout, Jejak, dan Backspace.
Karakter bayang dalam film eksperimental “All Eyes on Me”
Keberanian mengambil resiko untuk bereksperimen menggunakan teknik pembuatan film yang inovatif, seperti penggunaan CGI (Computer-generated imagery) atau animasi merupakan kunci untuk menghadirkan pengalaman sinematik yang segar dan menarik bagi penonton. Penggunaan efek visual dapat ditemukan dalam film “Kontapati” yang menceritakan tentang dunia di mana manusia hanya berkomunikasi dengan telepati, seorang gadis kecil pergi mencari kupu-kupu, tapi pertemuannya dengan seekor kucing hitam yang menuntunnya kepada seorang pria tua yang apatis menguji niatnya. Efek visual mampu menghadirkan mise en scene yang mendukung ruang cerita sehingga penonton dapat ikut merasakan suasana keheningan yang dibangun dalam film tersebut. Film Kontapati merupakan hasil dari Project Based Learning dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Penyutradaraan Film dan Televisi, Sinematografi, Editing Film, Tata Suara Film dan Televisi. Melalui imajinasi yang terus berkembang, karya film dan televisi dapat mendorong batasan kreativitas sehingga dapat menginspirasi penonton untuk melihat dunia dari perspektif yang lain.
Penggunaan efek visual pada film “Kontapati”
Dinamika berkarya seni bagi mahasiswa film dan televisi sudah dimulai sejak menjadi mahasiswa baru sampai membuat karya seni yang meluluskan para mahasiswa. Proses pertama dilalui dalam kegiatan Krema, yaitu sebuah pameran perdana bagi mahasiswa baru. Mahasiswa baru di Prodi Film dan Televisi dituntut untuk membuat karya audio visual sebelum mereka mendapat bekal ilmu film dan televisi sehingga nantinya dapat menjadi tolok ukur perkembangan dari para mahasiswa. Beberapa karya hasil Krema yang ditayangkan dalam pameran ini, yaitu Warisan, Cerita Liburan, Sandal Ajaib, dan 8 x 8. Pada semester 2, para mahasiswa mendapat tugas untuk membuat film untuk pertama kalinya setelah mendapatkan bekal dasar dalam bidang film dan televisi. Proses berkarya pada semester 2 merupakan implementasi dari kegiatan Project Based Learning yang terdiri dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Dasar Penyutradaraan, Tata Kamera, Dasar Editing, dan Naskah Fiksi. Film Ghost Girl & Paper merupakan film hasil semester 2 yang ditayangkan dalam pameran ini. Pada semester 3, para mahasiswa kembali membuat film untuk yang kedua kalinya dalam kegiatan Project Based Learning yang terdiri dari 4 (empat) mata kuliah, yaitu Penyutradaraan Film dan Televisi, Sinematografi, Editing Film, dan Tata Suara Film dan Televisi. Film 5 Minutes of Love merupakan hasil karya film dari tugas di semester 3 yang ditayangkan dalam pameran ini. Selain membuat film fiksi, pada semester 4 mahasiswa mendapatkan tugas untuk membuat karya film dokumenter. Beberapa karya film dokumenter hasil dari mata kuliah Dokumenter yang ditayangkan pada pameran ini, yaitu Are We Still Friends?dan Dried Tears. Pada semester 5 mahasiswa diwajibkan untuk memilih peminatan antara penciptaan seni atau pengkajian seni. Mata Kuliah Produksi Terpadu menuntut mahasiswa untuk membuat karya seni maupun kajian seni. Film A Sweet Dispatch merupakan karya film dari hasil semester 5 yang ditayangkan pada pameran ini. Selain itu, pada pameran dan penayangan ini akan diputar sebanyak 30 karya video seni dari hasil mata kuliah Video Seni di semester 5. Proses berkarya selanjutnya adalah Tugas Akhir yang diibaratkan sebagai momen puncak dalam berkarya seni sebagai mahasiswa. Ada beberapa karya Tugas Akhir yang diputar dalam pameran, yaitu Komik Jagoan, Behind the Stage, dan As The Hours Pass.
Selain berkarya seni melalui proses pembelajaran di kampus, beberapa mahasiswa juga melakukan proses berkesenian dengan membuat karya film dengan komunitas di luar kampus. Beberapa karya film hasil berkarya di luar kampus, yaitu Pung ra rampung ra nembung, Once Upon a time in Majapahit, dan In-Fame. Tidak hanya mahasiswa saja yang ikut menayangkan karya seninya namun juga beberapa dosen ikut menayangkan karya seni hasil dari kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari karya Video Tari dan Skenario. Berikut merupakan judul dari karya dosen, seperti Matahari-Matahariku, Sarong in Between : Intimate, dan Toya.
Proses berkarya seni yang terjadi pada lingkungan Prodi Film dan Televisi menunjukan bagaimana komitmen untuk terus berkarya seni telah dipupuk sejak dini, mulai dari menjadi mahasiswa baru sampai menjadi mahasiswa tingkat akhir. Selain itu, tidak hanya dalam ruang lingkup internal kampus namun banyak mahasiswa yang juga mengembangkan keilmuannya dan berjejaring bersama komunitas di luar kampus. Semangat berkesenian harus terus dijaga dengan terus melahirkan karya seni yang inovatif dan unggul.
Logo Festival Film Titik Temu Screening
Karya-karya film dan televisi akan diputar dalam festival pemutaran film yang bernama Titik Temu Screening. Program ini merupakan hasil dari proses Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Festival Film dan Pemutaran Berdampak yang berkolaborasi dengan 3 (tiga) mata kuliah, yaitu Festival Film dan Kuratorial, Film dan Masyarakat serta Film Eksperimental yang diselenggarakan Prodi Film dan Televisi. Inovasi dalam bidang film dan televisi merupakan elemen penting dalam menjaga keberlanjutan sehingga tidak hanya berfokus pada aspek teknologi namun juga mencakup cara-cara baru dalam mendistribusikan konten film dan televisi. Pemilihan nama Titik Temu Screening ditujukan untuk menekankan titik dimana berbagai medium seni bertemu dan berkolaborasi dalam menciptakan sebuah festival film yang berbeda dari sebelumnya. Inovasi distribusi karya film dan televisi dapat ditemukan dalam salah satu program pemutaran film dengan nama program Layar Teatrikal. Program Layar Teatrikal akan membawakan film-film yang kental dengan performing arts, seperti set panggung, akting, dialog serta emosi yang intens. Pada pemutaran tersebut, penonton terlebih dahulu menyaksikan tampilan performing arts yang menggambarkan cerita dari film-film yang akan diputar sehingga dapat menciptakan pengalaman menonton yang unik.
Dengan menggabungkan kreativitas, imajinasi, dan inovasi, diharapkan karya-karya film dan televisi dapat terus berkembang sebagai medium seni yang kuat, yang tidak hanya mencerminkan budaya dan nilai-nilai masyarakat, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk dan menginspirasi masa depan bangsa.
Drama televisi “Selibat” ini mengangkat cerita tentang pentingnya memahami cinta sejati dengan Tuhan dan sesama, dan mengingatkan para seminaris bahwa cinta yang mereka rasakan adalah cinta yang saling menjadikan. Cinta yang saling menjadikan adalah cinta yang tidak lagi didasari oleh nafsu semata, melainkan cinta yang didasari oleh ketulusan, kerelaan untuk berkorban dan keikhlasan. Cinta bukanlah semata–mata pengendapan biologis dari daya tarik dan hasrat seksual, tapi cinta yang radikal, yaitu tingkatan cinta dimana seseorang memberikan diri secara total, bukan hanya dengan apa yang kita punyai atau kita perbuatan pada orang lain. Ketika cinta radikal tersebut ditunjukan secara langsung pada Tuhan dengan memberikan seluruh kepenuhan diri, maka inilah yang menjadi ciri khas hidup para rohaniawan–rohaniawati, persembahan hidup selibat. Cinta kasih hidup selibat menjadi keutamaan apabila ia mencintai dengan hati seperti hati Yesus yang mencinta dan mencintai Yesus dalam sesama.Media drama televisi memiliki konsekwensi tersendiri bagi penciptaan makna yang hendak disampaikan kepada penonton, yaitu penggunaan bahasa filmis dalam proses penyampaian pesan kepada penonton. Dua unsur pembentuk drama televisi dan bahasa filmis yaitu unsur naratif (yang berhubungan dengan aspek cerita dan tema) dan unsur sinematik (yang berhubungan dengan aspek–aspek teknis dalam produksi sebuah drama televisi)Pesan yang ingin disampaikan dalam drama televisi “Selibat” ini adalah memahami makna cinta kasih sejati kepada Tuhan dan sesamanya dalam kehidupan sehari–hari seorang seminaris.
Konsep dalam karya instalasi video ini adalah memvisualisasikan inkulturasi budaya yang terdapat di gereja Ganjuran. Menurut Darwanto, visualisasi merupakan suatu bentuk pengungkapan ide atau gagasan yang telah dituangkan dalam rangkaian kata-kata menjadi bentuk gambar, atau dengan kata lain merubah bahan yang bersifat auditif menjadi bahan yang bersifat visual (1994:112). Visualisasi yang terdapat dalam karya ini adalah pemaknaan dari sudut pandang masyarakat terhadap patung Yesus dalam wajah jawa tersebut. Masyarakat memahami bahwa patung Yesus tersebut malambangkan raja dan penguasa atas tanah jawa. Perlambangan Yesus sebagai raja tersebut akan digambarkan dengan patung Yesus yang ditahtakan kedalam sebuah ruang yang digambarkan sebagai tata surya kita. Hal ini merupakan representasi dari umat di gereja Ganjuran yang meletakan patung atau arca Yesus didalam sebuah candi. Tempat dimana orang dapat berzirah untuk berdoa kepada Tuhan. Menggambarkan bahwa Yesus adalah Tuhan yang berkuasa atas manusia dan seluruh isi bumi.
Media yang akan digunakan dalam karya video instalasi ini adalah menggabungkan patung dengan video. Patung yang digunakan adalah miniatur dari patung Yesus berwajah jawa yang terdapat di Ganjuran, sedangkan video yang digunakan merupakan video animasi tentang alam semesta atau tata surya. Patung tersebut diletakan didepan monitor yang memutar video tata surya sehingga menjadi background atau latar belakang. Patung tersebut menjadi seolah-olah berada di luar angkasa.
Proses pembuatan karya instalasi video seni “mengintip Tuhan”
Untuk memberikan kesan nyata pada konsep ruang angkasa tersebut, maka pada video tersebut digunakan teknik 3 dimensi. Teknik 3D tersebut menggunakan teknik anaglyph image yaitu sebuah citra yang dibentuk dari pengintegrasian dua citra. Berfungsi untuk meningkatkan persepsi kedalaman suatu benda 3 dimensi. Citra yang dihasilkan tidak hanya tampak sebagai benda datar pada layar, namun dapat seolah-olah muncul dari layar. Untuk dapat melihat video ini dibutuhkan sebuah kaca mata khusus 3D. Karena membutuhkan tempat yang gelap, video instalasi ini akan diletakan didalam sebuah kotak dan diberi lubang untuk meletakan kacamata khusus 3D tersebut. Sehingga penonton dapat melihat video instalasi tersebut melalui lubang tersebut.
Tampilan di dalam box yang akan lebih menarik jika mengintip dengan mata kanan dan kiri sehingga bisa merasakan efek video 3 dimensinya karena dalam lubang tersebut ada kaca mata untuk melihat visual 3 dimensi.
Video seni tari yang ditampilkan oleh Kinanthi Sekar Rahina
Tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorongnya untuk mencari ungkapan-ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis. Desakan perasaan tersebut dapat berupa konflik batik dalam dirinya. Konflik batin juga diartikan sebagai konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku. Konflik batin dirasakan oleh diri sendiri, sehingga orang lain tidak dapat mengetahui konflik apa yang sedang dialami. Untuk memperlihatkan sebuah konflik batin dibutuhkan sebuah visualisasi. Visualisasi dapat diartikan perubahan bentuk dari ide atau gagasan menjadi sebuah gambar. Karya seni video “Kinan” menekankan pada visualisasi konflik batin dengan bayang penari sebagai simbol dari pencarian eksistensi diri.
Ide dari karya ini berasal dari sebuah puisi yang di tulis oleh Kinanti Sekar Rahina. Puisi tersebut menceritakan tentang pergulatan batinnya dalam menemukan jati dirinya sebagai seorang penari. Di bawah ini adalah puisi yang ditulis oleh Kinan,
Aku seorang penari…
Tubuh adalah media yang slalu aku gunakan untuk mengungkapan moment dalam kehidupanku.
Dari kehidupan yang kujalani.. ku temukan banyak hal, dari mulai perjalanan kehidupan dan kesenian entah itu baik atau buruk.
aku seorang penari mempunyai keinginan dan cita-cita yang berbeda,
aku bercita-cita ingin menjadi guru ballet dan koreografer jogja.
Tapi, aku punya tradisi warisan kebudayaan yang harus selalu aku kenalkan kepada seluruh dunia lewat tubuhku.
Pergulatan batin untuk menemukan jati diri dan ciri khas tubuhku adalah
“mampu mengasihi dan memahami diri sendiri”
aku harus belajar mengendalikan seluruh tubuhku.. tidak hanya itu, jiwa, raga dan batinku harus menjadi satu untuk bisa menciptakan sebuah tarian jiwa yang terisi bukan hanya gerakan semata yang nantinya hadir di setiap gerakan, seluruh raga akan mengikuti jiwa yang akan menuntun tarian ku dengan ihklas.
Dalam tahap eksplorasi dilakukan proses interpretasi naskah puisi kedalam bentuk visual. Ide yang didapatkan dalam proses eksplorasi ini adalah menggunakan bayang sebagai simbol dari pergulatan batin. Untuk dapat melihat karya video seni ini silahkan klik tautan di bawah ini.
Film dokumenter “Salam Balungan Kere” ini adalah karya terbaru yang saya buat bersama teman-teman KOMSOS GANJURAN yang rilis pada tahun 2019. Dokumenter ini menceritakan tentang perjalanan seorang Helarius Daru di dunia musik sudah dimulai sejak ia duduk di bangku sekolah menegah pertama. Bermodalkan sebuah lagu bergenre hip-hop dangdut, Daru memulai karir musiknya. Hal ini membuat ia merasa semakin mantab untuk mendalami dunia musik. Daru pun melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Musik dan kemudian melanjutkan untuk kuliah di jurusan musik juga. Selama menempuh pendidikannya tersebut, Daru mendapat banyak pengalaman baru yang berpengaruh terhadap bagaimana ia bermusik. Hingga pada suatu titik, Helarius Daru bertransformasi menjadi seorang Ndarboygenk yang dikenal dengan karya-karya musik dangdutnya. Sederetan lagu telah diciptakan oleh Daru dan banyak digemari oleh orang-orang. Balungan kere menjadi salah satu lagu ciptaan Daru yang sangat berpengaruh bagi para pendengarnya. Hingga lagu ini pun menjadi sebuah salam yang sering disampaikan oleh Ndarboygenk ketika bertemu dengan penggemarnya. Bagaimana perjalanan Daru dalam bermusik? Bagaimana lagu balungan kere dapat sangat berpengaruh bagi pendengarnya? Dan apa makna dari salam balungan kere? Untuk saat ini teman-teman dapat menyaksikan film ini di pameran Virtual Dies ISI Yogyakarta ke 36 pada link : https://galerirjkatamsi.isi.ac.id/kreatif-di-tengah-pandemi-fsmr/ Selamat menonton teman-teman, jaga kesehatan selalu dan jangan lupa bahagia.